Kamis, 31 Juli 2008

My Geology most interest subjects (Thnks Mr.Awang)


Saat saya melakukan penelitian petrotektonik ofiolit di Ciletuh dua puluh tahun yang lalu (1988) untuk kepentingan skripsi, model pembentukan (formation) dan pengalihtempatan (emplacement) ofiolit sederhana saja : dibentuk di pematang tengah-samudra (mid-oceanic ridge - MOR), maju mendekati pinggir benua melalui pemekaran dasar samudra, dan dialihtempatkan ke pinggir benua melalui mekanisme penyuguan (scrapping off) kerak samudra di zone penunjaman atau terobduksi dalam mekanisme benturan (collision) antar benua. Begitu seluruh model yang banyak dikemukakan ahli-ahli ofiolit yang bisa dibaca dalam berbagai jurnal internasional (model Gass, 1963, Wyllie 1967, Coleman, 1971, Hsu 1971, Gansser 1974, Miyashiro 1975, dan lain-lain).

Maka, saya pun menganggap bahwa ofiolit di Ciletuh berasal dari suatu MOR jauh di tengah Samudra Hindia di selatan yang dialihtempatkan ke Ciletuh pada Kapur Akhir-awal Tersier. Begitu juga kesimpulan para peneliti sebelumnya (misalnya Suhaeli dkk., 1977). Karena secara tektonik Ciletuh dihubungkan ke Luk Ulo, maka ofiolit Luk Ulo pun dianggap dibentuk dan dialihtempatkan dalam cara yang sama dengan ofiolit Ciletuh (misalnya Asikin, 1974, Ketner et al., 1976). Hampir semua ofiolit di Indonesia pun ditafsirkan pembentukan dan pengalihtempatannya seperti tersebut di atas (Hamilton, 1979; Katili, 1980).

Dari model-model itu bisa disebut bahwa ofiolit selalu merupakan massa alokton dan eksotik sifatnya terhadap batuan sekitarnya. Massa ofiolit adalah salah satu penyusun melange – kompleks batuan bancuh (chaotic) yang umum ditemukan di wilayah akresi pinggir benua.

Untuk sebuah penelitian lain, saya belakangan ini kembali melihat-lihat publikasi ofiolit dan menemukan bahwa kini pembentukan dan pengalihtempatan ofiolit ditafsirkan tidaklah tunggal, sungguh tidak sesederhana dulu. Bahkan, review publikasi2 terakhir tentang hal ini membuat saya berpikir bahwa apa yang dulu pernah disebutkan van Bemmelen (1949) dan semua perintis teori geosinklin bahwa batuan ultrabasa (ofiolit) merupakan intrusi autokton di jalur pegunungan mungkin tidak seluruhnya salah – jadi sebaiknya jangan mengubur dulu teori ini. Kita uji lagi semua teori tentang pembentukan dan pengalihtempatan ofiolit.

Sebelum itu, sebaiknya kita segarkan kembali ingatan kita bersama tentang ofiolit.

Ofiolit bukanlah nama satu batuan, tetapi nama yang diberikan kepada sekelompok/runtunan /kerabat/ sekuen batuan. Batuan-batuan ofiolit sering terdapat di jalur pegunungan, yaitu tempat benturan dua benua. Karena terdapat di wilayah benturan yang deformasinya kuat, maka jarang sekuen ofiolit lengkap.

Kalau lengkap, seperti di MOR, ofiolit dari bawah ke atas : sheared garnet lherzolite (bagian mantel; disusun oleh olivine-clinopiroks en, ortopiroksen, dan salah satu spinel atau garnet), garnet lherzolit yang telah lebur; peridotit (terbentuk ketika mineral olivine dan piroksen mengkristal dari leburan basaltik); gabro (material kristalin kasar berkomposisi basaltik); sheeted dykes (lembaran basalt intrusive vertical dan tipis); lava bantal (bantal-bantal basalt yang terbentuk ketika lava dierupsi ke dalam air); rijang merah yang sama dengan sedimen yang ditemukan di lantai samudra. Kalau dilakukan survey seismik, maka ofilit terbagi ke dalam 3 lapisan : lapisan 1 : peridotit-gabro, lapisan 2 sheeted dykes dan pillow lavas, lapisan 3 sedimens dasar samudra.

Apakah seluruh ofiolit di pinggir benua berasal dari MOR ? Di sini mulai ada masalah.
Pengukuran komposisi ofiolit dan kerak samudra menunjukkan bahwa ofiolit sedikit berbeda dalam komposisi dari kerak samudra ‘sebenarnya’.Walaupun beberapa kerak samudra moderen setua 200 juta tahun, kebanyakan ofiolit umurnya hampir sama dengan pegunungan tempat ofiolit itu terdapat. Faktor-faktor ini telah menyebabkan beberapa peneliti menyimpulkan bahwa ofiolit merupakan kerak samudra yang terbentuk berhubungan dengan peristiwa pembentukan- pegunungan. Ketika lempeng samudra tua tenggelam, ada gaya regangan terjadi di lempeng di bawah ia tenggelam, yang kadang-kadang menghasilkan pemekaran untuk membentuk suatu pematang samudra baru dengan kerak samudra baru di cekungan belakang busur. Adalah mungkin bahwa ofiolit merupakan cekungan belakang busur muda yang telah terperangkap selama benturan dua benua. Teori ini sudah menyimpang dari teori klasik bahwa ofiolit berasal dari MOR. Ternyata, ofiolit bisa berasal dari kerak samudra di back-arc basin. Ini kita sebut saja back-arc basin ophiolites.

Teori ofiolit lainnya dikemukakan oleh Hawkins (2003), yaitu supra-subduction zone ophiolites. Pada tepi lempeng samudra yang konvergen, litosfer oseanik yang tua menunjam ke mantel. Di atas zone subduksi, kerak oseanik yang baru dibentuk di forearc, volcanic arc, and backarc basins melalui leburan magma bersifat basa. Magma, produk supra-subduction zone (SSZ) processes ini membawa ciri kimia dan isotop yang khas SSZ sources dan dapat dibedakan dengan mid-ocean ridge magmas. Asosiasi yang dekat antara ophiolite assemblages jenis ini dengan arc volcanic dan volcaniclastic material, granitoids, dan silicic extrusives membuat asal MOR untuk ofiolit ini diragukan.

Ada juga teori yang mengatakan bahwa ada ofiolit-ofiolit yang berhubungan dengan tepi pasif benua (passive margin) – ini suka disebut tipe Tethyan, misalnya Troodos di Cyprus dan Semail di Oman, yang sekuennya relatif lengkap dan dialihtempatkan ke tepi pasif benua. Ada juga ofiolit yang disebut tipe Cordilleran, yaitu ofiolit yang duduk di atas subduction zone accretionary complexes (subduction complexes) dan tak punya kaitan dengan passive continental margin. Tipe Cordilleran misalnya Coast Range ophiolite, California, Josephine ophiolite, Klamath Mountains (California, Oregon), dan ofiolit di southern Andes, South America. Walaupun tipe pengalihtempatannya berbeda, kedua tipe ofiolit ini dibentuk sebagai SSZ ophiolites (misalnya : Shervais, 2001).

Ophiolite assemblages di pegunungan-pegunung an hasil benturan seperti Alpen dan Papua tak dibentuk selama subduksi, tetapi merupakan thinned margin suatu benua yang terbentuk selama rifting dan continental drift. Jadi, ofiolit ini sebagai incipient oceanic crust yang terperangkap ke tepi benya ketika cekungan samudra menutup, sehingga incipient oceanic crust dialihtempatkan ke collision zone sebagai ofiolit.
.
Ciri kimia subduction-related ophiolites dan asosiasinya di jalur pegunungan menunjukkan bahwa pembentukan dan pengalihtempatannya berhubungan dengan oceanic closure dan continental collision (tahap akhir Wilson Cycle) daripada sebagai produk oceanic opening dan seafloor spreading seperti model-model klasik yang telah kita ketahui.

Di SE Asia, termasuk Indonesia, sebagian besar ophiolites kelihatannya dibentuk di convergent margins, dan secara khusus di backarc atau island arc settings, yang berevolusi di sepanjang tepi Sundaland atau Australian cratons, atau di Philippine Sea Plate. Ophiolites ini kemudian diakresikan ke tepi benua selama Tersier. Jadi, ofilit ini bisa digolongkan sebagai “relatively autochthonous ophiolites” sebagai akibat penutupan marginal basins seperti South China Sea atau Coral Sea, dan “highly displaced ophiolites” yang berkembang di oblique convergent margins, dilepas-lepaskan dari sekuennya, ditransportasi dan terdeformasi secara kuat dalam final docking.

Monnier et al. (1999) memperkenalkan teori berdasarkan petrokimia batuan, bahwa ofiolit di beberapa tempat di SE Asia bisa berasal dari fragment subkontinental lithospheric mantle yang mengalami fractional melting selama continental rifting phase, yang dicirikan oleh pengayaan metamorphic K- dan Cr-rich amphiboles di dalam peridotitnya.

Maka, ketika kita berhadapan dengan ofiolit di mana pun, ingatlah bahwa pembentukan dan pengalihtempatannya tidaklah pernah tunggal (sebagai dibentuk di MOR lalu dialihtempatkan lewat subduksi/obduksi di pinggir benua) tetapi kompleks. Data petrotektonik dan petrokimia bisa menunjukkan kemungkinan mana yang paling benar.

Perdebatan asal ofiolit di suatu tempat dengan demikian menjadi terbuka lebar bila ada beberapa alternatif mekanisme pembentukan dan pengalihtempatannya . Sebagai contoh perdebatan tentang hal itu, saya tampilkan untuk ESO (East Sulawesi Ophiolites) – salah satu singkapan ofiolit terbesar di dunia (dikutip dari Satyana et al., 2007) :

“The East Sulawesi Ophiolite is one of the three largest ophiolites in the world (Monnier et al., 1995; Kadarusman et al., 2004). It comprises, from base to top, residual mantle peridotite (spinel lherzolite, intercalated with harzburgite and dunite), mafic-ultramafic cumulate through layered to isotropic gabbro, to sheeted dolerites, and basaltic volcanic rocks (lavas) of normal mid-oceanic- ridge basalt (MORB) composition. Major and trace element geochemistry of basalt and dolerite suggests origins of MOR, oceanic plateau (major), and supra-subduction zone (minor). Based on the chemical similarity between the ESO lavas and those from the Eocene Celebes Sea back-arc basin crust together with their identical age, Monnier et al., (1995) suggested that the ESO was initially generated in a back-arc tectonic environment representing a fragment of the Eurasian Plate obducted onto the East Sulawesi basement of Australian origin. However, Kadarusman et al. (2004) based on published paleolatitude data of lava sequence in the Balantak area reconstructed using plate trajectory analyses, indicated that the site of generation of the ESO was somewhere at area located 2000 kms south from the present position (it is also possible 10,000 kms SW from the present position).”

Demikian, semoga berguna.

salam,
awang

Tidak ada komentar: